top of page

Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Didesak untuk Memperketat Pembatasan COVID-19 Saat Infeksi

Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Didesak untuk Memperketat Pembatasan COVID-19 Saat Infeksi Meningkat


Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Didesak untuk Memperketat Pembatasan COVID-19 Saat Infeksi Meningkat

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mendesak perkebunan kelapa sawit untuk memperketat protokol COVID-19 di provinsi penghasil minyak kelapa sawit terbesar dalam negeri, Riau, setelah lonjakan angka infeksi di daerah tersebut, kata seorang pejabat di instansi industri tersebut.


Negara Asia Tenggara tersebut merupakan produsen terbesar minyak kelapa sawit di dunia, digunakan dalam berbagai keperluan, seperti sabun hingga es krim, di mana nilai ekspor pada tahun 2020 mencapai 23 milyar Dolar Amerika (30 milyar Dolar Singapura).


Riau terletak di Pulau Sumatera dan menyumbang 3,38 juta hektar, atau sekitar seperlima dari 16,38 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit dalam negeri.


Provinsi tersebut telah melihat lonjakan infeksi coronavirus dalam beberapa minggu terakhir, dilaporkan sekitar 522 kasus per hari sejak 16 Mei, dan merupakah salah satu provinsi yang terdampak parah.


“Ada peningkatan kasus di sini (perkebunan kelapa sawit) dengan protokol yang longgar, meskipun mereka beroperasi secara normal,” kata Jatmiko Sentosa, kepala GAPKI cabang Riau, kepada Reuters.


Beberapa perkebunan telah mengadopsi kebijakan sejak awal pandemi, termasuk pengujian COVID-19 dan tidak mengizinkan pekerja meninggalkan perkebunan, tetapi mereka tidak selalu distandardisasi atau ditegakkan dengan cara yang sama, kata Jatmiko.


“Dengan meningkatnya kasus, kami menyusun dan meberikan protokol yang lebih terperinci, yang akan kami imbau agar semua anggota dapat mengikuti,” katanya, mencatat bahwa kebijakan seperti itu seharusnya tidak mempengaruhi hasil perkebunan.


Petani telah didorong oleh harga minyak kelapa sawit yang tinggi untuk meningkatkan produksi, sehingga lebih penting untuk menghindari lonjakan infeksi, kata Jatmiko.


“Jika ada karyawan yang terpapar, produksi akan terganggu. Mereka tidak dapaat mengambil keuntungan dari momen harga yang tinggi ini,” katanya.


Ahli epidemiologi Wildan Asfan Hasibuan, seorang penasihat gugus tugas COVID-19 Riau, mengatakan bahwa wabah di perkebunan seharusnya lebih mudah dibendung daripada di daerah perkotaan.


“Masalah terbesar kami adalah di kota-kota…. Di daerah pedesaan relatif lebih aman,” katanya.


Indonesia telah menderita wabah virus corona terburuk di Asia Tenggara, melaporkan 1,87 juta infeksi dan 51.992 kematian.

bottom of page